Rabu, 22 November 2017

Pencharteran Kapal



Perjanjian Sewa Menyewa Kapal
A.   Pengertian Perjanjian Carter Kapal
Di dalam dunia pelayaran, sangat dibutuhkan sarana penunjang untuk melancarkan aktifitas pengangkutan yaitu Kapal. Namun penting untuk kita ketahui apa yang dimaksud dengan pelayaran. Pelayaran adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas angkutan diperairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan serta perlindungan lingkungan maritim. Sedangkan kapal merupakan salah satu sarana Moda Transportasi yang memuat / mengangkut muatan barang maupun penumpang yang bergerak di perairan.
Penyelenggaraan pengangkutan di laut dapat dilakukan dengan mengadakan perjanjian yang di namakan perjanjian carter kapal. Carter kapal adalah kontrak atau perjanjian pemilik kapal dan penyewa untuk pengangkutan barang pada pelayaran tertentu atau selama waktu tertentu. Dengan kata lain, carter kapal berarti menggunakan dan mengoperasikan kapal milik orang lain dimana pihak pencarter mengikatkan diri untuk membayar uang carter atas penggunaan kapal dengan tujuan yang sah.
Bila bicara tentang perjanjian carter, tentu kita tertuju pada persetujuan sewa menyewa dalam keadaan komplit, lengkap dan siap untuk digunakan oleh Charterer untuk berlayar. Dalam pencarteran kapal, harus disertai dengan perjanjian carter dengan tujuan ada bukti yang jelas, mengurangi terjadinya penipuan, serta menunjukkan bahwa benda yang dicarter itu memiliki nilai yang tinggi sehingga harus dijaga, dilindungi, dan digunakan sebagai mana mestinya.
Beberapa alasan timbulnya carter yaitu untuk meningkatkan investasi dalam dunia pelayaran, untuk memenuhi kebutuhan dalam mengisi jadwal pelayaran yang sesuai dengan waktu tertentu. Selain itu, carter juga dapat timbul karena adanya booming muatan atau kelebihan muatan   pada masa tertentu, akibat perilaku didunia perdagangan, serta akibat adanya usaha atau penguasaha yang khusus dibidang sewa menyewa kapal milik
Ada beberapa pengertian perjanjian carter kapal. Menurut H.M.N Purwosutjipto, perjanjian carter kapal adalah suatu perjanjian timbal balik antara tercarter dan pencarter dimana tercarter mengikatkan diri untuk menyediakan kapal lengkap dengan perlengkapan serta pelautnya untuk kepentingan pencarter, pencarter mengikatkan diri untuk wajib membayar  uang carter. Sedangkan menurut KUHD, perjanjian carter kapal adalah perjanjian pemakaian / penggunaan kapal milik orang lain yang sudah di lengkapi dengan awak kapal beserrta peralatannya, dengan imbalan yang berupa bayaran atas pemakaian kapal.


B.   Jenis – Jenis Pencarteran Kapal
Pasal 453 KUHD membagi pencharteran kapal dalam 2 jenis yaitu Time charter dan Voyage Charter.
a.    Carter menurut perjalanan ( Voyage Charter )
Adalah suatu perjanjian timbal balik dimana pihak tercarter mengikatkan diri untuk menyediakan sebagian ruang / sebuah / beberapabuah kapal tertentu kepada pihak pencarter, dengan maksud untuk dipergunakan mengangkut orang atau barang dalam suatu perjalanan atau lebih dengan pembayaran sejumlah uang carter yang dihitung berdasarkan beberapa  (trayek)kapal itu digunakan (pasal 453 ayat 3 KUHD). Latar belakang pengadaan charter party dalam jenis ini adalah dikarenakan pencharter membutuhkan angkutan untuk memenuhi volume tertentu, ketiadaan kapal pada jurusan tertentu dan freight lebih murah. Perjanjian carter kapal yang telah disepakati bersama antara tercarter dengan pencarter berakhir apabila uang carter telah dibayar oleh pihak pencarter kepadapihak tercarter dan semua hak – hak dan kewajiban – kewajiban dari masing – masing pihaktelah dilaksanakan sebagaimana yang telah disepakati sebelumnya oleh kedua belah pihak. Kapal yang disewa lengkap dengan Nahkoda dan ABK untuk satu kali / lebih pelayaran. Besar kecilnya charter fee dihitung dari banyaknya muatan yang diangkut sebagaiman yang telah dijanjikan, sehingga sewa kapal sama dengan uang tambang. Pada jenis carter kapal ini, charterer bertindak sebagai carrier. Trayek yang dilayari oleh pemilik / pengusaha kapal harus sesuai dengan yang telah ditetapkan pada C/P. Pihak charterer tetap membayar sewa kapalnya sesuai dengan perjanjian sebelumnya kepada Ship Owner, tanpa melihat ruangan kapal yang terpakai atau banyaknya ruang kapal yang digunakan. Pemilik kapal tetap mempertahankan hak kepemilikan atas kapal dan mempekerjakan nahkoda dan awak kapal.Beberapa pokok dala carter kapal menurut perjalanan :
o   Pihak pencarter tidak boleh mengadakan perjanjian carter menurut perjalanan dengan pihak ketiga, kecuali dalam charter party, kepadanya di berikan hak untuk perjanjian perjalanan dengan pihak ketiga.
o   Penggunaan ruang kapal yang tersisa.
o   Tanggung jawab pemilik kapal atas daya muat yang lebih besar di bandingkan yang tercatat dalam charter party.
o   Pelabuhan bongkar muat yang aman.
o   Penyerahan barang yang akan di muat.
o   Ketetapan waktu mengerjakan muatan oleh pihak pemilik kapal.
o   Cara memberitahukan pihak pencharter tentang kesiapan kapal menerima muatan.
o   Prosedur pemutusan persetujuan oleh pihak pencarter yang tidak mampu menyediakan muatan sebagaimana yang di sepakati.
o   Ketentuan – ketentuan mengenai hari labuh, hari kelambatan, hari kecepatan serta uang denda kelambatan dan bonus kecepatan.
o   Pembayaran ganti rugi untuk kurangnya muatan oleh pencarter kepada pemilik kapal.
o   Kewajiban pemilik kapal mengganti kerugian kepada pencarter jika kapal tidak dapat melaksanakan pelayaran atau tidak dapat di gunakan “sejak permulaan”.
o   Penyerahan barang berdasarkan konosemen.
o   Pembayaran sewa kapal.
o   Gugurnya persetujuan karena tindakan pemerintah sebuah negara, karena perang dsb.
o   Pemberlakuan KUHD, kecuali ada perjanjian lain.

b.    Carter menurut waktu ( Time Charter )
Adalah suatu perjanjian timbal balik dimana pihak tercarter mengikatkan diri untuk dalam jangka waktu tertentu menyediakan sebagian / sebuah / beberapa buah kapal tertentu kepada pihak pencarter untuk dioperasikannya, dengan pembayaran sejumlah uang carter yang dihitung menurut waktu lamanya pengoperasian (pasal 453 ayat 2 KUHD).Latar belakang pengadaan Charter Party pada jenis perjanjian carter ini adalah untuk menguasai kapal tanpa memilikinya atau mengoperasikan kapal yang siap pakai. Pada perjanjian carter kapal menurut waktu, yang menjadi pokok perjanjian adalah jangka waktu pemakaian kapal itu sendiri, dimana kewajiban pembayaran oleh pencarter dilihat dan di hitung menurut lamanya waktu yang digunakan. Sewa charter dalam Time Chartertidak tertanggung dari banyaknya barang yang diangkut, tetapi didasarkan kepada waktu, yaitu sewa tiap ton bobot mati kapal waktu musim panas dan harus dibayar pada setiap bulan. Kontrak biasanya mengijinkan untuk mengangkutperniagaan secara luas dikhususkan seperti “worldwide radius, icebound port excepted” artinya sejauh dunia tidak termasuk pelabuhan yang terdapat es, guna pemeliharaan hak – haknya, maka pemilik kapal akan menyediakan Nahkoda dan Kepala Kamar Mesin pada isi kontraknya. Berdasarkan suatu time charter party, pemilik kapal tetap mempertahankan hak kepemilikan atas kapal dan nahkoda serta awak kapal di pekerjakan oleh pemilik kapal tersebut. Akan tetapi, pihak yang menyewa berhak untuk menetukan bagaimana kapal akan di gunakan asalkan penggunaan itu masih dalam batas – batas yang telah di setujui di dalam perjanjian. Dalam Time Charter Party, resiko keterlambatan ada pada pihak yang menyewa. Sewa kapal biasanya mengatur kejadian – kejadian tertentu yang terjadinya salah satu kejadian itu akan menyebabkan sewa kapal berakhir, yaitu pihak yang menyewa tidak lagi bertanggung jawab atas sewa kapal selama jangka waktu itu. Kejadian – kejadian tersebut termasuk kerusakan mesin kapal, tidak cukupnya awak kapal, mogok dan lain – lain. Beberapa pokok dalam pencarteran kapal menurut waktu :
*      Pihak pencarter berhak mencarterkan kembali kapal kepada pihak ketiga (disponent owner)
*      Ruangan kapal hanya boleh digunakan sesuai dengan ijin pencarteran.
*      Dalam hal penerimaan, pengangkutan muatan maka, nahkoda harus menaati perintah – perintah pencarteran.
*      Pencarteran tidak boleh melayarkan kapal ke tempat yang tidak dapat di masuki kapal dan berlabuh tidak aman.
*      Perhitungan yang di adakan jika terdapat perbedaan daya muat menurut charter party dengan kenyataannya.
*      Pemberlakuan KUHD (termasuk perjanjian yang di luar negeri), kecuali ada persetujuan lain.

c.    Bareboat carter ( Demise Charter / penyerahan milik )
Adalah kontrak untuk menyewa kapal sebagai chattel.Pemilik menyerahkan pemilikan untuk sementara kepada penyewa selama kapal dalam keadaan disewa, tanpa nahkoda dan anak buah kapal, jadi pihak charter harus melengkapi sendiri nahkoda dan ABK tersebut, walaupun demikian, kapal masih dalam kondisi laik laut (sea worthy), sebagai alternatif  bagi mereka yang dapat mengelola kapal, namun tidak memiliki modal yang cukup untuk membeli kapal. Pihak yang menyewa menjadi pemilik kapal untuk sementara waktu dalam segala hal kecuali terhadap pemilik kapalnya. Pihak yang menyewa mempunyai hak penguasan ataskapal. Harga sewa jenis carter ini didasarkan pada setiap ton bobot mati musim panas dan harus dibayar dimuka untuk setiap bulan. Semua biaya eksploitasi kapal ditanggung oleh charter termasuk biaya repair dan survey kapal yang dilaksanakan secara rutin. Chartere wajib mengembalikan kapal setelah habis / selesai kontrak sesuai tenggang waktu, bareboat charter masih berlaku, charterer boleh menyewakan kembali (recharter) kepada pihak ketiga dan dalam hal ini dia bertindak sebagai Ship Owner dan disebut sebagai Disponent Owners. Pihak ketiga tidak bertanggung jawab kepada Disponent Owner dan Ship Owner asli menerima tanggung jawab hanya dari Disponent Owner saja. Masing – masing pihak harus mematuhi suatu ketentuan yang berlaku yaitu kapal hanya dapat digunakan untuk mengangkut muatan yang sah, dan apabila ketentuan ini dilanggar, maka segala konsekuensi atas segala kapal tersebut menjadi tanggungandan beban charterer. Ada beberapa ketentuan umum serta syarat dan tanggun jawab yang diatur :
ü  Tarif sewa didasarkan pada bobot mati musim panas, dan dibayar tiap bulan dan diselesaikan melalui pembayaran dimuka.
ü  Pencarter berhak menunjuk nahkoda dan awak kapal, namun untuk nahkoda dan KKM dengan persetujuan pihak pemilik kapal.
ü  Pencarter diberikan penguasaan penuh atas kapal dan segala biaya eksploitasi kapal, termasuk biaya reparasi survey kapal menjadi bebannya.
ü  Asuransi kapal menjadi beban milik kapal jika dicantumkan syaratnya dalam perjanjian sewa – menyewa kapal.
ü  Kapal digunakan untuk pelayaran yang sah.
ü  Tidak dibenarkan mengadakan perubahan – perubahan pada bangunan kapal oleh pihak pencarter tanpa persetujuan dari pihak pemilik kapal.
ü  Penyerahan kembali pada akhir masa carter harus dalam keadaan yang sama dengan pengecualian keausan yang wajar.
Ada perbedaan yang mendasar antara time charter dan bareboat charter yaitu pada time charter, kapal disewa dalam keadaan layaklaut dan siap berlayar, dan kondisi layak laut ini harus dipertahankan oleh shipowner selama masih berada dalam persewaan, sedangkan pada bareboat charter, kapal yang dipersewakan dalam keadaan tidak layak laut dan tidak siap berlayar, setelah kedua belah pihak mengerti semua isi perjanjian / persetujuan sewa menyewa tersebut, barulah Charter Party ditandatangani.
d.    Trip Time Charter
Yaitu pencarteran kapal untuk satu kali atau lebih untuk suatu pelayaran, tetapi pembayaran charter fee didasarkan atas waktu. Charterer dapat menjadi Carrier atas barang – barang pihak ketiga dan dapat pula menyewakan kapal yang disewanya kepada pihak ketiga baik secara Time Charter maupun Voyage Charter. Dalam Trip Time Charter, boleh dipergunakan untuk pelayaran yang sah dalam mengangkut muatan yang sah pula.

e.    Trip Voyage Charter
Adalah jenis pencarteran kapal untuk pelayaran dari satu / beberapa Pelabuhan Permuatan (Loading Port) menuju kesatu / beberapa Pelabuhan Pembongkaran (Discharging Port) tetapi hanya untuk satu trip. Bisa jugadisebut sebagai sewa kapal didasarkan atas banyaknya barang yang telah dijanjikan. Charterer dapat bertindak sebagai Carrier atas barang – barang sebagai Disponent Owner. Disamping itu, Charterer dapat juga menyewakan kembali kapal tersebut kepada pihak ketiga, tetapi hanya untuk trayek.

f.     Berth Charter
Dipergunakan jika tidak dapat ditentukan dengan pasti jenis dan banyaknya koli barang yang akan diangkut. Jenis dan banyaknya koli disebut sewaktu kapal dilayari didermaga (on the berth) yaitu pada waktu pemuatan berlangsung. Bilamana charter tidak berhasil mengisi ruang kapal sesuai yang dijanjikan maka dia dikenakan deadfreight. Berth charter juga dapat diartikan bahwa kapal dicharter untuk pemuatan on the berth (tempat sandar kapal).

g.    Deadwieght charter
Adalah perjanjian carter yang tidak memperhitungkan apakah Charterer berhasil mengisi ruangan kapal hingga sarat (full and down) atau tidak, namun sewa charter tetap sebesar yang telah dijanjikan.

h.    Gross Charter
Adal perjanjian carter kapal dimana semua biaya kapal dipelabuhan termasuk disbursement accout, biaya B/M (stevedoring) , tally dan sebagainya, menjadi beban ship owner. Namun biaya – biaya tersebut oleh Ship Owner akan diperhitungkan dalam waktu untuk menentukan besarnya Charter Fee.

i.      Net Charter
Merupakan perjanjian sewa – menyewa kapal yang adalah kebalikan dari Gross Charter, yaitu biaya – biaya sebagaimana dijelaskan pada Gross charter tersebut menjadi beban Charterer. Biaya – biaya yang menjadi beban Ship Owner hanyalah biaya tetap kapal (fix cost) dan bunker.

j.      Clean Charter
Perjanjian Carter kapal dimana pemilik kapal hanya memikul komisi untuk chartering brokers (brokerage) dan tidak dibebani komisi – komisi lain. Namun apabila dalam C/P dipergunakan syarat Free of Address maka Ship Owner tidak membayar addres commision kepada Charterer.

k.    Lumpsum Charter
Charterer menyewa seluruh atau sebagian ruang kapal sesuai dengandijanjikan sengan sewa sejumlah uang tertentu, yang merupakan jumlah uang tetap. Charter fee untuk Ship Owner tetap dibayar sesuai dengan besar jumlah uang yang telah dijanjikan dalam C/P tanpa memperhitungkan banyaknya ruang kapal yang digunakan.
Selain perjanjian carter kapal, ada juga istilah – istilah dalam carter kapal yaitu :
-        Always safely afloat : untuk mencegah kapal dikirim ke tempat yang tidak aman (dangkal)
-        Arrived ship : jika kapal telah tiba ditempat bongkar muat, siap dan para pengirim / penerima barang diberitahu serta laydays menurut C/P mulai berlaku.
-        Certificate of delivery / redelivery : dokumen yang ditandatangani  oleh nahkoda / pemilik kapal yang mencantumkan tanggal penyerahan dan sisa bahan bakar.
-        Clean charter : dimaksudkan untuk C/P yang tidak mencantumkan hal – hal yang luar biasa.
-        Consignment clause : penunjukan agen pemilik atau agen pencharter yang mengurus “inward / outward business”
-        Convenient sped :dalam voyage charter untuk menghilangkan kontroversi mengenai kecepatan kapal selama pelayaran.
-        Custom of the port : nahkoda memperhatikan kebiasaan setempat
-        Deadfreight : uang tambang yang dibayar untuk muatan yang dapat dikapalkan.
-        Notice of readiness : informasi dari nahkoda untuk pencarter bahwa kapal siap memulai pemuatan / pembongkaran.
-        On the hire survey – off hire survey : dalam time charter sebagai syarat untuk penyerahan kapal dalam keadaan yang baik.
-        Open charter : suatu C/P yang tidak mencantumkan jenis muatan atau pelabuhan tujuan.
-        Safe berth-safe port : tempat yang merupakan suatu terminal yang dapat didatangi dengan aman dari segi nautis.
-        Subletting : pihak pencharter diberikan hak untuk melakukan recharter namun tetap bertanggung jawab kepada nautis.

C.   Dasar Hukum Perjanjian Carter Kapal
Setiap kegiatan atau perbuatan yang dilakukan mempunyai dasar hukum yang dijadikan tuntutan untuk pelaksanaan kegiatan tersebut. Yang dijadikan dasar hukum dalam perjanjian carter kapal adalah Kitab UU Hukum Dagangyang diatur dari pasal 453 sampai pasal 565. Secara umum, isi dari pasal – pasal tersebut adalah mengatur mengenai perjanjian pencarter kapal secara umumdan membedakan perjanjian carter kapal kedala dua jenis yaitu perjanjian carterkapal menurut perjalanan dan perjanjian carter kapal menurut waktu, juga mengatur tentang perlu adanya akta dalam suatu perjanjian carter kapal. Selain itu juga disinggung tentang hak dan kewajibanpara pihak yang mengadakan perjanjian carter kapal.

D.   Pihak – pihak yang terkait dalam Carter Kapal
Para pihak dalam suatu perjanjian disebut subjek, yaitu siapa saja yang terlibat dengan diadakannya perjanjian subjek harus mampu untuk melakukan perbuatan hukum yang ditetapkan oleh Undang – Undang. Disamping manusia perorangan, Badan Hukum juga dapat bertindak dalam hukum dan mempunyai hak – hak, kewajiban – kewajiban, dan perhubungan hukum terhadap orang lain atau badan lain.
Dalam perjanjian carter kapal, para pihak yang terikat dengan perjanjian tersebut adalah pihak tercarter yang mencarter kapal dimana pihak  tercarter ini adalah perusahaan pelayaran disatu pihak dengan pihak pencarter selaku pihak pemakai jasa angkutan. Dalam perjanjian carter kapal yang dilakukan antara pencarter dan tercarter, terdapat pula beberapa orang yang bukan merupakan pihak dalam perjanjian namun mempunyai peranan yang cukup penting dalam perjanjian carter kapal, yang disebut dengan pihak perantara atau wakil masing – masing tercarter maupun dari pihak pencarter.
1.    Pihak Tercarter (perusahaan pelayaran)
Adalah pihak yang menyediakan kapal beserta perlengkapannya dan pelautnya yang akan digunakan oleh pihak pencarter untuk kepentingannya dalam perjanjian kerja laut. Mengenai pelaut yang disediakan pihak tercarter masih tetap merupakan bawahan, yang mana mereka mengikatkan diri pada pihak tercarter berdasarkan perjanjian kerja laut.
2.    Pihak Pencarter (pemakai jasa angkutan)
Adalah pihak yang menggunakan penyediaan kapal untuk kepentingan dalam pelayaran dilaut sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya. Pihak pencarter dapat berupa perorangan, badan hukum . pihak pencarter juga bisa menjadi perusahaan pelayaran, yang saat menjalankan operasi pengangkutan terjadi kekurangan sarana maka dapat mencarter kapal dari perusahaan lain.
3.    Perantara / wakil – wakil
Adalah perantara dari pihak tercarter maupun pihak pencarter. Adanya pihak wakil – wakil dari masing – masing pihak dalam perjanjian carter kapal inu dikarenakan para pihak, baik pihak pencarter maupun pihak tercarter tidak dapat terhubung langsung untuk melaksanakan tugas yang berhubungan dengan carter kapal. Tentang kemungkinan bahwa dalam perjanjian carter kapal dapat dilakukan oleh masing – masing pihak,dapat ditemui dalam pasal 455 Kitab UU Hukum dagang, yang menyatakan bahwa perantara atau wakil darim masing – masing pihak dalam perjanjian carter kapal adalah bertindak hanya sebagai perantara atau wakil. Semua perantara / masing – masing wakilnya memperoleh komisi dari pihak masing – masing yang diwakilinya setelah mereka menyelesaikan tugas – tugasnya.

E.   Syarat – Syarat Sah Perjanjian Carter Kapal
Seperti halnya perjanjian pada umumnya, perjanjian carter kapal harus memenuhi syarat untuk sahnya perjanjian sebagaimana menurut ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku, yaitu harus terpenuhinya unsur – unsur sebagai berikut :
1.    Sepakat antara mereka yang mengikatkan diri
Yaitu sepakat antara pihak penyedia kapal dan pihak yang mencarter kapal.
2.    Kecakapan untuk membuat suatuperikatan
Pihak yang mengadakan perjanjian carter kapal tidak terhalang untuk mengadakan perjanjian sebagaimana diatur dalam peraturan perundangan yang berlaku, yaitu pihak yang tidak termasuk orang – orang belum dewasa.
3.    Suatu hal tertentu
Dalam perjanjian ini barang diharapkan adalah satu atau beberapa buah kapalyang akan dipergunakan untuk suatu tujuan tertentu yang jelas oleh pencarter.
4.    Suatu sebab hal yang halal
Isi dan tujuan dalam perjanjian pencarteran kapal adalah yang tidak bertentangan dengan UU, ketertiban umum maupun kesusilaan, yaitu berkenaan dengan pemakaiann pengangkutan dan jangka waktu pencarteran kapal tersebut.
5.    Nama kapal dan kelayakan laut dapat berbentuk “good shop” classed 100 AI at BKI yang penting adalah bahwa kapal layak laut selama Charter Party.
6.    Ukuran kapal, yang dijabarkan dalam tonase kapal (bersih / kotor).
7.    Pelabuhan bongkar muat, yang tidak diperlukan untuk time charter, namun sebagai pengganti harus mencantumkan tanggal penyerahan dan tanggal penyerahan kembali (delivery / redelivery date).
8.    Muatan yang diangkut yang dalam voyage charter dirinci bersama jumlah yang akan diangkut, sedangkan untuk time charter tidak diperlukan dan sebagai pengganti dimasukkan jarak pelayaran .
9.    Posisi kapal, hanya untuk voyage charter melalui suatu penyataan yang tepat dan terinci, sesuatu yang dikemudian hari dapat dituntut oleh pencarter jika tidak benar, sedangkan untuk time charter diganti dengan tanggal dan tempat penyererahan.
10. Pembayaran, untuk voyage charter dengan uang tambang berdasarkan jumlah yang diangkut dan untuk time charter dengan sewa untuk jangka waktu perjanjian.
11. Hari labuh dan cara perhitungannya, hanya untuk voyage charter.
12. Hari demurrage dan dispatch serta tarifnya, jika hari bongkar muat kurang dari yang ditetapkan, pemilik kapal membayar dispatch money sebagai imbalan / hadiah untuk waktu yang diselamatkan, sedangkan untuk hari bongkar muat lebih demurrage dibayarkan kepada pemilik kapal sebagai kompensasi untuk waktu yang hilang.
13. Brokerage clauses, menentukan tarif untuk perantara.
14. Lien clauses, memberikan kepada pemilik kapal hak untuk menahan muatan jika freight atau hire belum dibayar.
15. Act of god clauses, identik dengan clause yang tercantum dalam The Hague Rules (konosemen)
16. Exemptions from liability clause, mencakup sejumlah peristiwa dimana kapal dapat menerima pembebasan :
·         Barratry : tindakan penyelewengan nahkoda / awak kapal.
·         Capture and seizure : pengambil alihan secara paksa dari kapal.
·         Restrain of princes : terganggunya pelayaran karena adanya tindakan penguasaan seperti embargo, pembatasan muatan dll.
17. Average clause, yang menentukan bahwa jika terjadi general average, maka pembayaran dilakukan menurut York – Antwerp Rules.
Disamping itu, ada juga syarat – syarat charter party atas dasar muat. Bahwa shipper atau carrier sebelum menutup suatu kontrak charter party juga telah harus memperhitungkan besar kecilnya kapal dengan jumlah muatan atau barang yang akan dikapalkan.
Selain jumlah muatan juga diperhitungkan oleh shipper atau carrier jenis muatan tersebut. Apakah barang tersebut berbahaya atau tidak atau apakah barang itu sejenis. Karena barang – barang yang akan dimuat bermacam – macam bentuknya, maka berat jenis muatan juga berbeda – beda. Charter juga harus meperhitungkan jarak yang akan ditempuh mengingat akan adanya bankering. Sebab faktor daya muat yang menjadi dasar atas dasar pembayaran kontrak C/P itu harus dapat imbalannya dengan tagihan uang tambang yang mungkin diperoleh carrier atau charterer agar ia tidak mengalami kerugian, jika demikian halnya maka carrier akan memperhitungkan uang tambang yang terlalu rendah atau bahkan sebaliknya
Dalam charter party juga ditetapkan kondisi “Quaranteed space per ton” dari River Plato C/P, yang secara singkat disebutkan bahwa owner menjamin kepada chartererbahwa kapalnya yang diserahkan itu sanggup memadatkan sejumlah tidak lebih dari satu isi kaki kubik grain space untuk tiap – tiap ton daya muat kapal (DWT).
Dengan memperhitungan jarak pelayaran yang akan ditempuh charterer sudah dapat mengetahui dan merencanakan berapa biaya kapal yang akan dikeluarkannya (demise charter) / time charter. Charter juga memperhatikan individu – individu darat yang bekerja untuk kepentingan charterer dengan pembayaran komisi biaya pegawai darat yang merupakan kewajiban charterer dan mengklasifikasikannya dengan jumlah quantum cargo seluruhnya dan mewujudkan suatu kesatuan unit harga, berapa harga sewa uang tambang perton.
Selain syarat – syarat, ada juga beberapa ketentuan dalam perjanjian yang harus diperhatikan seperti seluk beluk kapal yang akan disewa, pelabuhan delivery / redelivery, tugas serta kewajiban shipowners, pencarter dan nahkoda, sewa charter dan prosedur pembayaran serta biaya – biaya yang menjadi beban shipowners, pembatasan lalu lintas pelayaran, reporting day, laydays dan conselling date, Prosedur NOR, syarat off hire dan on hire serta syarat lain yang terkait. Harus ada yang menyaksikan saat kapal diterima di pelabuhan delivery agar tidak ada perselisihan (keadaan kapal saat diterima harus sama dengan keadaan kapal saat disewa)
F.    Berakhirnya Perjanjian Carter Kapal
Perjanjian carter kapal juga dapat berakhir pada saat – saat tertentu yang disebabkan oleh sesuatu hal diluar apa yang telah dijanjikan bersama. Berkenaan dengan ini, pasal 462  - 465 Kitab UU Hukum Dagang menentukan mengenai berakhirnya perjanjian carter kapal yaitu :
·         Perjanjian carter kapal dapat berakhir bila kapalnya musnah (pasal 462 ayat 1)
·         Bila kapal itu hilang, perjanjian carter kapal berakhir pada saat penerimaan kabarterakhir mengenai kapal yangbersangkutan (pasal 462 ayat 2)
·         Bila kapalnya tidak dapat dipakai akibat adanya kerusakan, tidak dilengkapi dengan awak kapal yang cukup,  maka selama kapalitu tidak dipakai, uang carter tidak perlu dibatar (pasal 462 ayat 2)
·         Apabila uang carter tidak dibayar pada waktu yang telah ditentukan, maka tercarter dapat menghentikan perjanjian carter itu dengan lebih dahulu memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pencarter (pasal 463)
·         Apabila karena suatu tindakan atasan atau karena pecahnya perang, perjanjian carter menjadi terhalang pelaksanaannya dan belum dapat ditentukan kapan perjanjian dapat dilaksanakan maka baik pencarter dan tercarter dapat mengakhiri perjanjian carter itu dengan cara memberitahukan masing – masing kepada lawannya (pasal 464)
·         Apabila kapalnya sedang ada ditengah lautan, muatan barang – barang atau orang – orang dalam hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 464, maka kapal diwajibkan menuju kepelabuhan terdekat yang aman (pasal 465)
·         Apabila kapal dalam keadaan memuat barang – barang / orang – orang maka uang carter harus dibayar sampai hari dibongkarnya muatan dan ditutrunkannya penumpang.













Daftar Referensi
Helmidadang.wordpress.com/2012/12/29/jenis-jenis-kontrak-dan-persewaan-kapal/
Suhirnoo.blogspot.com/2012/09/jenis-jenis-perjanjian-carter.html m=1
Ikarnedi.blogspot.com/2012/11/charter.html m=1
Buku Carter Kapal no 387 PUR C c.5
H.M.N. Purwosutjipto, S.H,1984, Pengertian Pokok Hukum Dagang, Hukum Pengangkutan
Materi Pencarteran Kapal
Materi Manajemen Perusahaan dan Pelayaran Jasa semester 2









Tidak ada komentar:

Posting Komentar