Perjanjian
Sewa Menyewa Kapal
A. Pengertian
Perjanjian Carter Kapal
Di dalam dunia pelayaran, sangat dibutuhkan sarana
penunjang untuk melancarkan aktifitas pengangkutan yaitu Kapal. Namun penting
untuk kita ketahui apa yang dimaksud dengan pelayaran. Pelayaran adalah satu
kesatuan sistem yang terdiri atas angkutan diperairan, kepelabuhanan,
keselamatan dan keamanan serta perlindungan lingkungan maritim. Sedangkan kapal
merupakan salah satu sarana Moda Transportasi yang memuat / mengangkut muatan
barang maupun penumpang yang bergerak di perairan.
Penyelenggaraan pengangkutan di laut dapat dilakukan
dengan mengadakan perjanjian yang di namakan perjanjian carter kapal. Carter
kapal adalah kontrak atau perjanjian pemilik kapal dan penyewa untuk
pengangkutan barang pada pelayaran tertentu atau selama waktu tertentu. Dengan
kata lain, carter kapal berarti menggunakan dan mengoperasikan kapal milik
orang lain dimana pihak pencarter mengikatkan diri untuk membayar uang carter
atas penggunaan kapal dengan tujuan yang sah.
Bila bicara tentang perjanjian carter, tentu kita tertuju
pada persetujuan sewa menyewa dalam keadaan komplit, lengkap dan siap untuk
digunakan oleh Charterer untuk berlayar. Dalam pencarteran kapal, harus
disertai dengan perjanjian carter dengan tujuan ada bukti yang jelas,
mengurangi terjadinya penipuan, serta menunjukkan bahwa benda yang dicarter itu
memiliki nilai yang tinggi sehingga harus dijaga, dilindungi, dan digunakan
sebagai mana mestinya.
Beberapa alasan timbulnya carter yaitu untuk meningkatkan
investasi dalam dunia pelayaran, untuk memenuhi kebutuhan dalam mengisi jadwal
pelayaran yang sesuai dengan waktu tertentu. Selain itu, carter juga dapat
timbul karena adanya booming muatan atau kelebihan muatan pada
masa tertentu, akibat perilaku didunia perdagangan, serta akibat adanya usaha
atau penguasaha yang khusus dibidang sewa menyewa kapal milik
Ada beberapa pengertian perjanjian carter kapal. Menurut
H.M.N Purwosutjipto, perjanjian carter kapal adalah suatu perjanjian timbal
balik antara tercarter dan pencarter dimana tercarter mengikatkan diri untuk
menyediakan kapal lengkap dengan perlengkapan serta pelautnya untuk kepentingan
pencarter, pencarter mengikatkan diri untuk wajib membayar uang carter. Sedangkan menurut KUHD,
perjanjian carter kapal adalah perjanjian pemakaian / penggunaan kapal milik
orang lain yang sudah di lengkapi dengan awak kapal beserrta peralatannya,
dengan imbalan yang berupa bayaran atas pemakaian kapal.
B. Jenis
– Jenis Pencarteran Kapal
Pasal
453 KUHD membagi pencharteran kapal dalam 2 jenis yaitu Time charter dan Voyage
Charter.
a. Carter
menurut perjalanan ( Voyage Charter )
Adalah
suatu perjanjian timbal balik dimana pihak tercarter mengikatkan diri untuk
menyediakan sebagian ruang / sebuah / beberapabuah kapal tertentu kepada pihak
pencarter, dengan maksud untuk dipergunakan mengangkut orang atau barang dalam
suatu perjalanan atau lebih dengan pembayaran sejumlah uang carter yang
dihitung berdasarkan beberapa
(trayek)kapal itu digunakan (pasal 453 ayat 3 KUHD). Latar belakang
pengadaan charter party dalam jenis ini adalah dikarenakan pencharter
membutuhkan angkutan untuk memenuhi volume tertentu, ketiadaan kapal pada
jurusan tertentu dan freight lebih murah. Perjanjian carter kapal yang telah
disepakati bersama antara tercarter dengan pencarter berakhir apabila uang
carter telah dibayar oleh pihak pencarter kepadapihak tercarter dan semua hak –
hak dan kewajiban – kewajiban dari masing – masing pihaktelah dilaksanakan
sebagaimana yang telah disepakati sebelumnya oleh kedua belah pihak. Kapal yang
disewa lengkap dengan Nahkoda dan ABK untuk satu kali / lebih pelayaran. Besar
kecilnya charter fee dihitung dari banyaknya muatan yang diangkut sebagaiman
yang telah dijanjikan, sehingga sewa kapal sama dengan uang tambang. Pada jenis
carter kapal ini, charterer bertindak sebagai carrier. Trayek yang dilayari
oleh pemilik / pengusaha kapal harus sesuai dengan yang telah ditetapkan pada
C/P. Pihak charterer tetap membayar sewa kapalnya sesuai dengan perjanjian
sebelumnya kepada Ship Owner, tanpa melihat ruangan kapal yang terpakai atau
banyaknya ruang kapal yang digunakan. Pemilik kapal tetap mempertahankan hak
kepemilikan atas kapal dan mempekerjakan nahkoda dan awak kapal.Beberapa pokok
dala carter kapal menurut perjalanan :
o
Pihak pencarter tidak boleh mengadakan
perjanjian carter menurut perjalanan dengan pihak ketiga, kecuali dalam charter
party, kepadanya di berikan hak untuk perjanjian perjalanan dengan pihak
ketiga.
o
Penggunaan ruang kapal yang tersisa.
o
Tanggung jawab pemilik kapal atas daya muat
yang lebih besar di bandingkan yang tercatat dalam charter party.
o
Pelabuhan bongkar muat yang aman.
o
Penyerahan barang yang akan di muat.
o
Ketetapan waktu mengerjakan muatan oleh pihak
pemilik kapal.
o
Cara memberitahukan pihak pencharter tentang
kesiapan kapal menerima muatan.
o
Prosedur pemutusan persetujuan oleh pihak
pencarter yang tidak mampu menyediakan muatan sebagaimana yang di sepakati.
o
Ketentuan – ketentuan mengenai hari labuh,
hari kelambatan, hari kecepatan serta uang denda kelambatan dan bonus kecepatan.
o
Pembayaran ganti rugi untuk kurangnya muatan
oleh pencarter kepada pemilik kapal.
o
Kewajiban pemilik kapal mengganti kerugian
kepada pencarter jika kapal tidak dapat melaksanakan pelayaran atau tidak dapat
di gunakan “sejak permulaan”.
o
Penyerahan barang berdasarkan konosemen.
o
Pembayaran sewa kapal.
o
Gugurnya persetujuan karena tindakan
pemerintah sebuah negara, karena perang dsb.
o
Pemberlakuan KUHD, kecuali ada perjanjian
lain.
b. Carter
menurut waktu ( Time Charter )
Adalah
suatu perjanjian timbal balik dimana pihak tercarter mengikatkan diri untuk
dalam jangka waktu tertentu menyediakan sebagian / sebuah / beberapa buah kapal
tertentu kepada pihak pencarter untuk dioperasikannya, dengan pembayaran
sejumlah uang carter yang dihitung menurut waktu lamanya pengoperasian (pasal
453 ayat 2 KUHD).Latar belakang pengadaan Charter Party pada jenis perjanjian
carter ini adalah untuk menguasai kapal tanpa memilikinya atau mengoperasikan
kapal yang siap pakai. Pada perjanjian carter kapal menurut waktu, yang menjadi
pokok perjanjian adalah jangka waktu pemakaian kapal itu sendiri, dimana
kewajiban pembayaran oleh pencarter dilihat dan di hitung menurut lamanya waktu
yang digunakan. Sewa charter dalam Time Chartertidak tertanggung dari banyaknya
barang yang diangkut, tetapi didasarkan kepada waktu, yaitu sewa tiap ton bobot
mati kapal waktu musim panas dan harus dibayar pada setiap bulan. Kontrak
biasanya mengijinkan untuk mengangkutperniagaan secara luas dikhususkan seperti
“worldwide radius, icebound port excepted” artinya sejauh dunia tidak termasuk
pelabuhan yang terdapat es, guna pemeliharaan hak – haknya, maka pemilik kapal
akan menyediakan Nahkoda dan Kepala Kamar Mesin pada isi kontraknya.
Berdasarkan suatu time charter party, pemilik kapal tetap mempertahankan hak
kepemilikan atas kapal dan nahkoda serta awak kapal di pekerjakan oleh pemilik
kapal tersebut. Akan tetapi, pihak yang menyewa berhak untuk menetukan
bagaimana kapal akan di gunakan asalkan penggunaan itu masih dalam batas –
batas yang telah di setujui di dalam perjanjian. Dalam Time Charter Party,
resiko keterlambatan ada pada pihak yang menyewa. Sewa kapal biasanya mengatur
kejadian – kejadian tertentu yang terjadinya salah satu kejadian itu akan
menyebabkan sewa kapal berakhir, yaitu pihak yang menyewa tidak lagi
bertanggung jawab atas sewa kapal selama jangka waktu itu. Kejadian – kejadian
tersebut termasuk kerusakan mesin kapal, tidak cukupnya awak kapal, mogok dan
lain – lain. Beberapa pokok dalam pencarteran kapal menurut waktu :
Pihak pencarter berhak mencarterkan kembali
kapal kepada pihak ketiga (disponent owner)
Ruangan kapal hanya boleh digunakan sesuai
dengan ijin pencarteran.
Dalam hal penerimaan, pengangkutan muatan
maka, nahkoda harus menaati perintah – perintah pencarteran.
Pencarteran tidak boleh melayarkan kapal ke
tempat yang tidak dapat di masuki kapal dan berlabuh tidak aman.
Perhitungan yang di adakan jika terdapat
perbedaan daya muat menurut charter party dengan kenyataannya.
Pemberlakuan KUHD (termasuk perjanjian yang
di luar negeri), kecuali ada persetujuan lain.
c. Bareboat
carter ( Demise Charter / penyerahan milik )
Adalah
kontrak untuk menyewa kapal sebagai chattel.Pemilik menyerahkan pemilikan untuk
sementara kepada penyewa selama kapal dalam keadaan disewa, tanpa nahkoda dan
anak buah kapal, jadi pihak charter harus melengkapi sendiri nahkoda dan ABK
tersebut, walaupun demikian, kapal masih dalam kondisi laik laut (sea worthy),
sebagai alternatif bagi mereka yang dapat
mengelola kapal, namun tidak memiliki modal yang cukup untuk membeli kapal. Pihak
yang menyewa menjadi pemilik kapal untuk sementara waktu dalam segala hal
kecuali terhadap pemilik kapalnya. Pihak yang menyewa mempunyai hak penguasan
ataskapal. Harga sewa jenis carter ini didasarkan pada setiap ton bobot mati
musim panas dan harus dibayar dimuka untuk setiap bulan. Semua biaya
eksploitasi kapal ditanggung oleh charter termasuk biaya repair dan survey kapal
yang dilaksanakan secara rutin. Chartere wajib mengembalikan kapal setelah
habis / selesai kontrak sesuai tenggang waktu, bareboat charter masih berlaku,
charterer boleh menyewakan kembali (recharter) kepada pihak ketiga dan dalam
hal ini dia bertindak sebagai Ship Owner dan disebut sebagai Disponent Owners.
Pihak ketiga tidak bertanggung jawab kepada Disponent Owner dan Ship Owner asli
menerima tanggung jawab hanya dari Disponent Owner saja. Masing – masing pihak
harus mematuhi suatu ketentuan yang berlaku yaitu kapal hanya dapat digunakan
untuk mengangkut muatan yang sah, dan apabila ketentuan ini dilanggar, maka
segala konsekuensi atas segala kapal tersebut menjadi tanggungandan beban
charterer. Ada beberapa ketentuan umum serta syarat dan tanggun jawab yang
diatur :
ü Tarif
sewa didasarkan pada bobot mati musim panas, dan dibayar tiap bulan dan
diselesaikan melalui pembayaran dimuka.
ü Pencarter
berhak menunjuk nahkoda dan awak kapal, namun untuk nahkoda dan KKM dengan
persetujuan pihak pemilik kapal.
ü Pencarter
diberikan penguasaan penuh atas kapal dan segala biaya eksploitasi kapal,
termasuk biaya reparasi survey kapal menjadi bebannya.
ü Asuransi
kapal menjadi beban milik kapal jika dicantumkan syaratnya dalam perjanjian
sewa – menyewa kapal.
ü Kapal
digunakan untuk pelayaran yang sah.
ü Tidak
dibenarkan mengadakan perubahan – perubahan pada bangunan kapal oleh pihak
pencarter tanpa persetujuan dari pihak pemilik kapal.
ü Penyerahan
kembali pada akhir masa carter harus dalam keadaan yang sama dengan
pengecualian keausan yang wajar.
Ada perbedaan yang mendasar antara time
charter dan bareboat charter yaitu pada time charter, kapal disewa dalam
keadaan layaklaut dan siap berlayar, dan kondisi layak laut ini harus
dipertahankan oleh shipowner selama masih berada dalam persewaan, sedangkan
pada bareboat charter, kapal yang dipersewakan dalam keadaan tidak layak laut
dan tidak siap berlayar, setelah kedua belah pihak mengerti semua isi
perjanjian / persetujuan sewa menyewa tersebut, barulah Charter Party
ditandatangani.
d. Trip
Time Charter
Yaitu pencarteran kapal
untuk satu kali atau lebih untuk suatu pelayaran, tetapi pembayaran charter fee
didasarkan atas waktu. Charterer dapat menjadi Carrier atas barang – barang
pihak ketiga dan dapat pula menyewakan kapal yang disewanya kepada pihak ketiga
baik secara Time Charter maupun Voyage Charter. Dalam Trip Time Charter, boleh
dipergunakan untuk pelayaran yang sah dalam mengangkut muatan yang sah pula.
e. Trip
Voyage Charter
Adalah jenis pencarteran
kapal untuk pelayaran dari satu / beberapa Pelabuhan Permuatan (Loading Port)
menuju kesatu / beberapa Pelabuhan Pembongkaran (Discharging Port) tetapi hanya
untuk satu trip. Bisa jugadisebut sebagai sewa kapal didasarkan atas banyaknya
barang yang telah dijanjikan. Charterer dapat bertindak sebagai Carrier atas
barang – barang sebagai Disponent Owner. Disamping itu, Charterer dapat juga
menyewakan kembali kapal tersebut kepada pihak ketiga, tetapi hanya untuk
trayek.
f. Berth
Charter
Dipergunakan jika tidak
dapat ditentukan dengan pasti jenis dan banyaknya koli barang yang akan
diangkut. Jenis dan banyaknya koli disebut sewaktu kapal dilayari didermaga (on
the berth) yaitu pada waktu pemuatan berlangsung. Bilamana charter tidak
berhasil mengisi ruang kapal sesuai yang dijanjikan maka dia dikenakan
deadfreight. Berth charter juga dapat diartikan bahwa kapal dicharter untuk
pemuatan on the berth (tempat sandar kapal).
g. Deadwieght
charter
Adalah perjanjian carter
yang tidak memperhitungkan apakah Charterer berhasil mengisi ruangan kapal
hingga sarat (full and down) atau tidak, namun sewa charter tetap sebesar yang
telah dijanjikan.
h. Gross
Charter
Adal perjanjian carter kapal
dimana semua biaya kapal dipelabuhan termasuk disbursement accout, biaya B/M
(stevedoring) , tally dan sebagainya, menjadi beban ship owner. Namun biaya –
biaya tersebut oleh Ship Owner akan diperhitungkan dalam waktu untuk menentukan
besarnya Charter Fee.
i. Net
Charter
Merupakan perjanjian sewa –
menyewa kapal yang adalah kebalikan dari Gross Charter, yaitu biaya – biaya
sebagaimana dijelaskan pada Gross charter tersebut menjadi beban Charterer.
Biaya – biaya yang menjadi beban Ship Owner hanyalah biaya tetap kapal (fix
cost) dan bunker.
j. Clean
Charter
Perjanjian Carter kapal
dimana pemilik kapal hanya memikul komisi untuk chartering brokers (brokerage)
dan tidak dibebani komisi – komisi lain. Namun apabila dalam C/P dipergunakan
syarat Free of Address maka Ship Owner tidak membayar addres commision kepada
Charterer.
k. Lumpsum
Charter
Charterer menyewa seluruh
atau sebagian ruang kapal sesuai dengandijanjikan sengan sewa sejumlah uang
tertentu, yang merupakan jumlah uang tetap. Charter fee untuk Ship Owner tetap
dibayar sesuai dengan besar jumlah uang yang telah dijanjikan dalam C/P tanpa
memperhitungkan banyaknya ruang kapal yang digunakan.
Selain perjanjian carter
kapal, ada juga istilah – istilah dalam carter kapal yaitu :
-
Always safely afloat : untuk mencegah kapal
dikirim ke tempat yang tidak aman (dangkal)
-
Arrived ship : jika kapal telah tiba ditempat
bongkar muat, siap dan para pengirim / penerima barang diberitahu serta laydays
menurut C/P mulai berlaku.
-
Certificate of delivery / redelivery :
dokumen yang ditandatangani oleh nahkoda
/ pemilik kapal yang mencantumkan tanggal penyerahan dan sisa bahan bakar.
-
Clean charter : dimaksudkan untuk C/P yang
tidak mencantumkan hal – hal yang luar biasa.
-
Consignment clause : penunjukan agen pemilik
atau agen pencharter yang mengurus “inward / outward business”
-
Convenient sped :dalam voyage charter untuk
menghilangkan kontroversi mengenai kecepatan kapal selama pelayaran.
-
Custom of the port : nahkoda memperhatikan
kebiasaan setempat
-
Deadfreight : uang tambang yang dibayar untuk
muatan yang dapat dikapalkan.
-
Notice of readiness : informasi dari nahkoda
untuk pencarter bahwa kapal siap memulai pemuatan / pembongkaran.
-
On the hire survey – off hire survey : dalam
time charter sebagai syarat untuk penyerahan kapal dalam keadaan yang baik.
-
Open charter : suatu C/P yang tidak
mencantumkan jenis muatan atau pelabuhan tujuan.
-
Safe berth-safe port : tempat yang merupakan
suatu terminal yang dapat didatangi dengan aman dari segi nautis.
-
Subletting : pihak pencharter diberikan hak
untuk melakukan recharter namun tetap bertanggung jawab kepada nautis.
C. Dasar
Hukum Perjanjian Carter Kapal
Setiap
kegiatan atau perbuatan yang dilakukan mempunyai dasar hukum yang dijadikan
tuntutan untuk pelaksanaan kegiatan tersebut. Yang dijadikan dasar hukum dalam
perjanjian carter kapal adalah Kitab UU Hukum Dagangyang diatur dari pasal 453
sampai pasal 565. Secara umum, isi dari pasal – pasal tersebut adalah mengatur
mengenai perjanjian pencarter kapal secara umumdan membedakan perjanjian carter
kapal kedala dua jenis yaitu perjanjian carterkapal menurut perjalanan dan
perjanjian carter kapal menurut waktu, juga mengatur tentang perlu adanya akta
dalam suatu perjanjian carter kapal. Selain itu juga disinggung tentang hak dan
kewajibanpara pihak yang mengadakan perjanjian carter kapal.
D. Pihak
– pihak yang terkait dalam Carter Kapal
Para
pihak dalam suatu perjanjian disebut subjek, yaitu siapa saja yang terlibat
dengan diadakannya perjanjian subjek harus mampu untuk melakukan perbuatan
hukum yang ditetapkan oleh Undang – Undang. Disamping manusia perorangan, Badan
Hukum juga dapat bertindak dalam hukum dan mempunyai hak – hak, kewajiban –
kewajiban, dan perhubungan hukum terhadap orang lain atau badan lain.
Dalam perjanjian carter
kapal, para pihak yang terikat dengan perjanjian tersebut adalah pihak
tercarter yang mencarter kapal dimana pihak
tercarter ini adalah perusahaan pelayaran disatu pihak dengan pihak
pencarter selaku pihak pemakai jasa angkutan. Dalam perjanjian carter kapal
yang dilakukan antara pencarter dan tercarter, terdapat pula beberapa orang
yang bukan merupakan pihak dalam perjanjian namun mempunyai peranan yang cukup
penting dalam perjanjian carter kapal, yang disebut dengan pihak perantara atau
wakil masing – masing tercarter maupun dari pihak pencarter.
1. Pihak
Tercarter (perusahaan pelayaran)
Adalah pihak yang menyediakan kapal beserta perlengkapannya
dan pelautnya yang akan digunakan oleh pihak pencarter untuk kepentingannya
dalam perjanjian kerja laut. Mengenai pelaut yang disediakan pihak tercarter
masih tetap merupakan bawahan, yang mana mereka mengikatkan diri pada pihak
tercarter berdasarkan perjanjian kerja laut.
2. Pihak
Pencarter (pemakai jasa angkutan)
Adalah pihak yang menggunakan penyediaan kapal untuk
kepentingan dalam pelayaran dilaut sesuai dengan perjanjian yang telah
disepakati sebelumnya. Pihak pencarter dapat berupa perorangan, badan hukum .
pihak pencarter juga bisa menjadi perusahaan pelayaran, yang saat menjalankan
operasi pengangkutan terjadi kekurangan sarana maka dapat mencarter kapal dari
perusahaan lain.
3. Perantara
/ wakil – wakil
Adalah perantara dari pihak tercarter maupun pihak
pencarter. Adanya pihak wakil – wakil dari masing – masing pihak dalam
perjanjian carter kapal inu dikarenakan para pihak, baik pihak pencarter maupun
pihak tercarter tidak dapat terhubung langsung untuk melaksanakan tugas yang
berhubungan dengan carter kapal. Tentang kemungkinan bahwa dalam perjanjian
carter kapal dapat dilakukan oleh masing – masing pihak,dapat ditemui dalam
pasal 455 Kitab UU Hukum dagang, yang menyatakan bahwa perantara atau wakil
darim masing – masing pihak dalam perjanjian carter kapal adalah bertindak
hanya sebagai perantara atau wakil. Semua perantara / masing – masing wakilnya
memperoleh komisi dari pihak masing – masing yang diwakilinya setelah mereka
menyelesaikan tugas – tugasnya.
E. Syarat
– Syarat Sah Perjanjian Carter Kapal
Seperti halnya perjanjian pada umumnya, perjanjian carter
kapal harus memenuhi syarat untuk sahnya perjanjian sebagaimana menurut
ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku, yaitu harus terpenuhinya
unsur – unsur sebagai berikut :
1. Sepakat
antara mereka yang mengikatkan diri
Yaitu sepakat antara pihak
penyedia kapal dan pihak yang mencarter kapal.
2. Kecakapan
untuk membuat suatuperikatan
Pihak yang mengadakan
perjanjian carter kapal tidak terhalang untuk mengadakan perjanjian sebagaimana
diatur dalam peraturan perundangan yang berlaku, yaitu pihak yang tidak
termasuk orang – orang belum dewasa.
3. Suatu
hal tertentu
Dalam perjanjian ini barang
diharapkan adalah satu atau beberapa buah kapalyang akan dipergunakan untuk
suatu tujuan tertentu yang jelas oleh pencarter.
4. Suatu
sebab hal yang halal
Isi dan tujuan dalam
perjanjian pencarteran kapal adalah yang tidak bertentangan dengan UU,
ketertiban umum maupun kesusilaan, yaitu berkenaan dengan pemakaiann
pengangkutan dan jangka waktu pencarteran kapal tersebut.
5. Nama
kapal dan kelayakan laut dapat berbentuk “good shop” classed 100 AI at BKI yang
penting adalah bahwa kapal layak laut selama Charter Party.
6. Ukuran
kapal, yang dijabarkan dalam tonase kapal (bersih / kotor).
7. Pelabuhan
bongkar muat, yang tidak diperlukan untuk time charter, namun sebagai pengganti
harus mencantumkan tanggal penyerahan dan tanggal penyerahan kembali (delivery
/ redelivery date).
8. Muatan
yang diangkut yang dalam voyage charter dirinci bersama jumlah yang akan
diangkut, sedangkan untuk time charter tidak diperlukan dan sebagai pengganti
dimasukkan jarak pelayaran .
9. Posisi
kapal, hanya untuk voyage charter melalui suatu penyataan yang tepat dan
terinci, sesuatu yang dikemudian hari dapat dituntut oleh pencarter jika tidak
benar, sedangkan untuk time charter diganti dengan tanggal dan tempat
penyererahan.
10. Pembayaran,
untuk voyage charter dengan uang tambang berdasarkan jumlah yang diangkut dan
untuk time charter dengan sewa untuk jangka waktu perjanjian.
11. Hari
labuh dan cara perhitungannya, hanya untuk voyage charter.
12. Hari
demurrage dan dispatch serta tarifnya, jika hari bongkar muat kurang dari yang
ditetapkan, pemilik kapal membayar dispatch money sebagai imbalan / hadiah
untuk waktu yang diselamatkan, sedangkan untuk hari bongkar muat lebih
demurrage dibayarkan kepada pemilik kapal sebagai kompensasi untuk waktu yang
hilang.
13. Brokerage
clauses, menentukan tarif untuk perantara.
14. Lien
clauses, memberikan kepada pemilik kapal hak untuk menahan muatan jika freight
atau hire belum dibayar.
15. Act
of god clauses, identik dengan clause yang tercantum dalam The Hague Rules
(konosemen)
16. Exemptions
from liability clause, mencakup sejumlah peristiwa dimana kapal dapat menerima
pembebasan :
·
Barratry : tindakan penyelewengan nahkoda /
awak kapal.
·
Capture and seizure : pengambil alihan secara
paksa dari kapal.
·
Restrain of princes : terganggunya pelayaran
karena adanya tindakan penguasaan seperti embargo, pembatasan muatan dll.
17. Average
clause, yang menentukan bahwa jika terjadi general average, maka pembayaran
dilakukan menurut York – Antwerp Rules.
Disamping itu, ada juga syarat – syarat
charter party atas dasar muat. Bahwa shipper atau carrier sebelum menutup suatu
kontrak charter party juga telah harus memperhitungkan besar kecilnya kapal
dengan jumlah muatan atau barang yang akan dikapalkan.
Selain jumlah muatan juga diperhitungkan oleh
shipper atau carrier jenis muatan tersebut. Apakah barang tersebut berbahaya
atau tidak atau apakah barang itu sejenis. Karena barang – barang yang akan
dimuat bermacam – macam bentuknya, maka berat jenis muatan juga berbeda – beda.
Charter juga harus meperhitungkan jarak yang akan ditempuh mengingat akan
adanya bankering. Sebab faktor daya muat yang menjadi dasar atas dasar
pembayaran kontrak C/P itu harus dapat imbalannya dengan tagihan uang tambang
yang mungkin diperoleh carrier atau charterer agar ia tidak mengalami kerugian,
jika demikian halnya maka carrier akan memperhitungkan uang tambang yang
terlalu rendah atau bahkan sebaliknya
Dalam charter party juga ditetapkan kondisi
“Quaranteed space per ton” dari River Plato C/P, yang secara singkat disebutkan
bahwa owner menjamin kepada chartererbahwa kapalnya yang diserahkan itu sanggup
memadatkan sejumlah tidak lebih dari satu isi kaki kubik grain space untuk tiap
– tiap ton daya muat kapal (DWT).
Dengan memperhitungan jarak pelayaran yang
akan ditempuh charterer sudah dapat mengetahui dan merencanakan berapa biaya
kapal yang akan dikeluarkannya (demise charter) / time charter. Charter juga memperhatikan
individu – individu darat yang bekerja untuk kepentingan charterer dengan
pembayaran komisi biaya pegawai darat yang merupakan kewajiban charterer dan
mengklasifikasikannya dengan jumlah quantum cargo seluruhnya dan mewujudkan
suatu kesatuan unit harga, berapa harga sewa uang tambang perton.
Selain syarat – syarat, ada juga beberapa
ketentuan dalam perjanjian yang harus diperhatikan seperti seluk beluk kapal
yang akan disewa, pelabuhan delivery / redelivery, tugas serta kewajiban
shipowners, pencarter dan nahkoda, sewa charter dan prosedur pembayaran serta
biaya – biaya yang menjadi beban shipowners, pembatasan lalu lintas pelayaran,
reporting day, laydays dan conselling date, Prosedur NOR, syarat off hire dan
on hire serta syarat lain yang terkait. Harus ada yang menyaksikan saat kapal
diterima di pelabuhan delivery agar tidak ada perselisihan (keadaan kapal saat
diterima harus sama dengan keadaan kapal saat disewa)
F. Berakhirnya
Perjanjian Carter Kapal
Perjanjian carter kapal juga dapat berakhir pada saat –
saat tertentu yang disebabkan oleh sesuatu hal diluar apa yang telah dijanjikan
bersama. Berkenaan dengan ini, pasal 462
- 465 Kitab UU Hukum Dagang menentukan mengenai berakhirnya perjanjian
carter kapal yaitu :
·
Perjanjian carter kapal dapat berakhir bila
kapalnya musnah (pasal 462 ayat 1)
·
Bila kapal itu hilang, perjanjian carter
kapal berakhir pada saat penerimaan kabarterakhir mengenai kapal
yangbersangkutan (pasal 462 ayat 2)
·
Bila kapalnya tidak dapat dipakai akibat
adanya kerusakan, tidak dilengkapi dengan awak kapal yang cukup, maka selama kapalitu tidak dipakai, uang
carter tidak perlu dibatar (pasal 462 ayat 2)
·
Apabila uang carter tidak dibayar pada waktu
yang telah ditentukan, maka tercarter dapat menghentikan perjanjian carter itu
dengan lebih dahulu memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pencarter
(pasal 463)
·
Apabila karena suatu tindakan atasan atau
karena pecahnya perang, perjanjian carter menjadi terhalang pelaksanaannya dan
belum dapat ditentukan kapan perjanjian dapat dilaksanakan maka baik pencarter
dan tercarter dapat mengakhiri perjanjian carter itu dengan cara memberitahukan
masing – masing kepada lawannya (pasal 464)
·
Apabila kapalnya sedang ada ditengah lautan,
muatan barang – barang atau orang – orang dalam hal sebagaimana dimaksud dalam
pasal 464, maka kapal diwajibkan menuju kepelabuhan terdekat yang aman (pasal
465)
·
Apabila kapal dalam keadaan memuat barang –
barang / orang – orang maka uang carter harus dibayar sampai hari dibongkarnya muatan
dan ditutrunkannya penumpang.
Daftar Referensi
Helmidadang.wordpress.com/2012/12/29/jenis-jenis-kontrak-dan-persewaan-kapal/
Suhirnoo.blogspot.com/2012/09/jenis-jenis-perjanjian-carter.html
m=1
Ikarnedi.blogspot.com/2012/11/charter.html
m=1
Buku Carter Kapal no 387 PUR C c.5
H.M.N. Purwosutjipto, S.H,1984,
Pengertian Pokok Hukum Dagang, Hukum Pengangkutan
Materi Pencarteran Kapal
Materi Manajemen Perusahaan dan
Pelayaran Jasa semester 2